Rabu, 10 Mei 2017

Harusnya aku yang di sana

Setiap malam, selama jutaan detik kulewati untuk menunggu. Menunggu suatu waktu, saat kamu benar-benar menyiapkan ruang untukku. Menunggu waktu saat aku dijadikan tujuanmu. Ketika nama kita tak terblokir dari garis takdir. Ketika angan-angan tak sebatas khayalan tapi bisa menjadi kenyataan. Aku ingin yang di pikiranmu bukan lagi masa lalu, tapi aku. Aku ingin rasa yang kita punya seperti pinang dibelah dua, supaya tak ada salah satu yang merasakan kecewa.Untuk setiap kata sapa yang selalu hadir mengisi hari dan memberi secercah senyuman, aku berharap semoga impian kita bertemu di satu jalan, kemudian Tuhan mengizinkan. Ketika aku bahagia karena kita, aku ingin kamu juga merasakannya karena hal yang sama. Aku ingin menjadi yang dipilih oleh semesta, sebagai sosok yang akan melengkapimu pada akhirnya.

Keinginanku sederhana kan, ya? Aku hanya ingin kita mengaminkannya, lalu Tuhan bilang iya. Tapi entah ada rahasia apa di balik semesta hingga sekarang kita belum bersama. Di antara dua kemauan yang terpisah, aku merasa serba salah. Aku coba merapikan perasaan agar tak terlalu lugu saat kau terbangkan. Tapi, beberapa kali tanpa sadar kau tarik harapan itu dengan tali. Terbang begitu tinggi entah berapa kaki dari bumi. Sedangkan hati tak punya jaminan apa-apa jika nantinya kau buang segala harapan itu ke bumi. Kadang, aku ingin memperjuangkanmu dengan caraku. Tapi memperjuangkan hati agar tak kecewa lagi adalah dengan membuangmu jauh-jauh dari hati. Lagi-lagi aku benci dengan apa yang disuguhkan semesta sebagai pilihan. Permintaanku yang lain pun cukup sederhana; hanya ingin melihatmu tersenyum bahagia. Walau untuk mewujudkannya bisa dengan mengorbankan kebahagiaanku sendiri. Tapi kadang aku memilihnya karena tak ada pilihan lagi. Di mataku kamu lebih dari sekadar istimewa, maka aku mau untuk memberikan segalanya. Karena kupikir, kita berdua akan selamanya. Ah tapi kata ‘selamanya’ hanya ada dalam dongeng nampaknya. Bukan aku tak percaya soal cinta. Tapi beginilah buktinya kita.

Setelah memupuki harapan-harapan, kamu justru memberi suatu ledakan. Panah cupid tak salah sasaran kan? Mengapa tetiba fokusmu teralihkan? Katanya hatimu sedang hampa, tapi mengapa sosok itu terlihat istimewa di matamu. Tersita segala ruang utama di hatimu untuknya. Kemudian kusadari, ada impian yang memang seharusnya terhenti. Ada rasa yang seharusnya rapat-rapat terkunci. Ada yang tetiba berlabuh di lain hati, padahal sudah sempat singgah selama berhari-hari. Mungkin memang kita tidak untuk bertemu, lalu saling melengkapi. Mungkin memang dengan cara seperti ini kita harus segera mengakhiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar