CINTA YANG TAK BERUJUNG"
"Moo..." seorang pria bernama reki,
sedang berada di depan gerbang rumahnya sambil melambaikan tangan kepada kawan baiknya yang bernama Momo.
Wanita berambut kecoklatan itu pun membalas lambaian tangan reki dan kemudian berlari menghampirinya.
"Hay, rek, darimana lo?"
"Biasa.. jogging. nih, sama dia nih!" ujar reki sambil menunjuk ke arah pria tinggi berwajah oriental yang berada di sampingnya.
"Oh iya, Moo, kenalin,
ini sepupu gue, regii Dia baru datang dari korea kemarin.
Regi, she is my bestfriend, momo." ujar reki.
"Momo." Momo mengulurkan tangannya.
Saat itu, regi mendadak bengong sambil memandang Momo sambil senyum-senyum sendiri.
"Ehhhmm!" Reki menyenggol lengan regi.
"Emm... sorry. I'm regi.
Nice to meet you."
ujar regi sambil menjabat tangan momo.
"Nice to meet you too, regg.
You can speak bahasa indonesia, right?"
"Sedikit."
"Oh, Good"
"Reg, Momo ini temen deket gue.
Rumah dia ada di depan rumah kita.
So, lo bisa minta bantuan dia kalo pas lo lagi butuh apa-apa, τâÞi kalo gue lagi nggak ada di rumah.
Dia pasti dengan senang hati membantu. Okey?"
"Reki bener, regi.
Kalo lo butuh guide tour, gue siap kok ngajak lo keliling Jakarta. Seriously."
"Hahaha... Geurae. Arraso. Gomawo." ujar regi.
"Waduh, apa artinya, tuh? Haha.." tanya Momo dengan tampang bingung
"I mean, okey Aku mengerti. Terimakasih."
"Hahaha... Sorry. Aku belom sempet belajar bahasa korea."
"It's okay Moo.
Harusnya kan saya yang minta maaf karena ngomong bahasa korea ke kamu.
Udah tau ini Indonesia.
Hahaha... Sorry ya."
"Hahaha..it's oke gii." Momo dan regi saling tersenyum.
"Rrek, gi, gue permisi pulang dulu ya. gue mau mandi dulu."
"Okey Moo."
"Oh iya rek.
ntar gue ke rumah lo ya.
mau balikin komik yang kemaren gue pinjem"
"Okee..."
"Yaudah, gue pulang dulu ya. bye."
"Bye." Momo pun berlalu pergi.
Sejak melihat Momo,
pandangan regi tidak bisa lepas dari sosok Momo yang cantik dan menyenangkan itu.
Regi merasakan ada sesuatu yang berbeda sejak ia melihat gadis berambut coklat itu.
Hatinya mulai berdebar-debar dan seperti orang ling-lung yang tak tau harus berbuat apa jika bertemu dengannya.
"Woy! Nglamun aja lo? Kenapa? Cantik?" tanya reki.
"Hehe. Ania. Aku nggak papa, rek."
"Hahaha... Ya udah gii, let's go! Kita masuk aja ke dalem."
"Geurae." ujar regi.
Reki dan regi pun masuk ke dalam rumah.
Setelah masuk ke dalam rumah,
Mereka mengobrol di taman rumah reki.
Reki membaca komik kesayangannya di atas ayunan yang terletak di taman depan rumahnya,
dan regi asik melamun sambil sesekali menyeruput cappucino kesukaannya.
Melihat Sepupunya yang mendadak hobby ngelamun, reki kembali menegurnya.
"Gii, lo dari tadi diem aja. Kenapa sih lo?"
"Ania, rek. Aku nggak papa."
'Nggak papa tapi diem aja." Regi tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
"Rek, gii." tiba-tiba, momo datang.
kedatangan Momo pun membuat regi merasa senang sekaligus canggung,
karena gadis yang sedari tadi menaungi pikirannya, telah hadir dan berdiri di hadapannya.
"Eh, Moo, sini." Ujar reki.
Momo mengangguk dan duduk di sebelah reki.
"Nih, rek, komik lo.
thanks ya." Ujar Momo sambil memberikan sebuah komik kepada reki.
"Okeh, sama-sama, Moo." Ujar reki.
Melihat kedekatan reki dan Momo,
Regi merasa agak terganggu.
Regi sendiri tidak mengerti mengapa ia mempunyai rasa yang seperti itu.
Regi kemudian berniat melangkah masuk ke dalam, namun, tiba-tiba saja ada yang menahan tangannya.
"Lo mau kemana?" Ujar reki.
"Nggak, rek, aku cuma.."
"Moo, ajak si regii jalan, gih! Kayanya dia udah mulai sumpek dirumah, nih! Bentar lagi, gue juga harus ke rumah temen gue.
Ada urusan sebentar.
Lo bisa kan, urusin nih bule?" Ujar reki.
Momo tersenyum,
lalu mengangguk pelan.
"Siap boss!" lanjutnya.
"Udah, gii.
Daripada lo bengong aja dirumah,
mendingan jalan tuh ama Momo.
Dia punya referensi tempat-tempat keren di Jakarta. Lo pergi aja ama dia. Okey?" Regi terdiam sejenak, lalu tersenyum lembut.
"Oke." ujarnya.
***
"Cafenya keren." Ucap regi siang itu pada Momo. Momo tersenyum lembut sambil menyeruput teh hangat di hadapannya.
Hujan rintik-rintik siang itu,
membuat suasana cafe itu semakin terasa sejuk dan menyegarkan.
Terlebih lagi untuk regi.
Disaat seperti ini,
ia duduk bersama wanita yang beberapa jam belakangan ini merenggut semua perhatiannya.
Ya, cafe ini terasa lebih romantis.
"So, kamu udah kenal lama sama reki?" tanya regi. Momo mengangguk.
"Kira-kira, empat atau lima tahun yang lalu.
Waktu itu, aku baru pindah kesini.
Dan kita sama-sama duduk di kelas 1 SMA.
Dan kebetulan juga, kita satu kelas."
"Oh, begitu. Pantas, kalian kelihatan dekat sekali."
"Yup! Emang banyak sih yang ngira kalo aku sama reki itu, couple. But, you know, we just bestfriend. Nggak lebih."
"Kalo dilihat-lihat sih, kalian emang cocok! Kenapa kalian nggak pacaran aja?"
"What? Haha... Are you kidding me? Ckckck, just, forget it! Itu nggak akan pernah terjadi, gii. Haha... Ya udah, gue ke toilet dulu ya.."
ujar Momo.
Ketika ia berjalan menuju toilet,
ia tersandung kaki meja.
Akibatnya, ia hampir terjatuh.
Namun dengan sigap,
Regi menangkap tubuh mungil Momo.
Ada moment dimana mata mereka berdua bertemu. Keduanya saling membisu.
Saling tatap tanpa mengatakan apapun.
Ada rasa berdebar di hati keduanya.
Rasa yang selama ini tidak pernah mereka rasakan. Waktu seakan berhenti.
Dunia seakan membisu seketika.
Yang ada hanyalah mereka berdua.
Mereka berdua dan semua rasa yang tak bisa diungkapkan itu.
"Emm.. Sorry." Regi akhirnya memecah keheningan tersebut sambil melepaskan tubuh Momo yang sudah berdiri dengan tegak.
" Are you okay?" Tanya regi.
Momo mengangguk malu-malu.
"Thanks." Ucap Momo sambil berlalu pergi.
***
Malam itu, reki tidak bisa tidur nyenyak.
Ia merasa sangat gelisah.
Gelisah memikirkan hubungan sepupunya,
Regi dan sahabatnya,
Momo yang akhir-akhir ini terlihat semakin dekat. Kenyataannya adalah,
Reki telah mencintai gadis itu sejak 4 tahun yang lalu.
Namun, ia tak pernah berani menyatakan perasaannya karena Momo selalu menekankan kepadanya,
bahwa Momo tidak akan mungkin menjadikan hubungan persahabatan menjadi hubungan cinta. Bagi Momo,
persahabatan dan cinta adalah hal yang sangat berbeda.
Atas alasan itulah,
Reki selalu mengurungkan niatnya untuk menyatakan perasaannya kepada Momo.
Selama ini, ia memang berusaha untuk terlihat biasa kepada Momo.
Itu semua ia lakukan agar Momo tidak mengetahui perasaannya yang sebenarnya.
Dan sekarang masalahnya bertambah rumit dengan kedatangan regi yang membuat hubungannya dengan Momo semakin renggang.
Reki masih terus gelisah sambil memandangi langit-langit kamarnya yang tiba-tiba di penuhi oleh bayangan wajah Momo.
Lamunannya buyar ketika pintu kamarnya di ketuk.
Tok.. tok... Tok...
"Masuk" ujar reki.
"Hey boy!" Regi muncul di ambang pintu.
"Lo gi. Belom tidur lo?" ucap reki. Regi menggeleng. Ia melangkah masuk ke kamar sepupunya itu.
"I got insomnia. Kamu sendiri, belum tidur?"
"Aaahhh... Kayanya insomnia lo nular ke gue, deh gii. Gila, udah jam 2 malem gue masih belom ngantuk." ucap reki.
"Yaudah, kita ngobrol-ngobrol aja, rek."
"Good idea." Regi tersenyum.
Ia kemudian duduk di sebelah sepupunya itu,
"Emm.. Rek,"
"Ya?"
"Can I ask something"
"Sure. About what?"
"It's about... Momo."
"Momo? Kenapa sama dia?"
"Rek, apa dia sudah punya kekasih?" Ujar regi.
Reki terdiam.
Ia sedikit terkejut dengan pertanyaan regi.
" Hmh! Lo itu knowing every particular object, tau nggak! KEPO!"
"Aahh.. C'mon, boy! Answer my question!"
"Oke, oke. Setau gue sih, cowok yang selama ini deket ama dia cuma gue dan abangnya dia,
si cebong tuh.
Selain itu sih nggak ada lagi kayanya."
"Aah, jinjja?"
"Nggak tau pasti sih.
Tapi setau gue dia nggak pernah pacaran, deh, gii."
"Ah, bagus sekali." bisik regi.
"Apa?"
"Emmm.. Nggak nggak. Nggak papa kok rek."
"Lo kenapa sih gii? Kayanya lo pengen tau banget soal Momo. Lo tertarik ama dia, ya?"
"Emmm.. Yaa.. Begitulah." Ujar regi malu-malu.
Reki terkejut.
Ia tau hal ini akan terjadi pada akhirnya.
Ia merasa agak marah dengan sepupunya itu.
Tapi, Bagaimanapun juga,
regi adalah sepupunya.
Dan regi juga tidak tau bahwa ia juga menyukai Momo.
Ia tidak punya alasan untuk marah.
Dan tidak seharusnya juga ia punya rasa yang seperti itu pada regi.
"Rek, kok kamu diem? Aku salah, ya?"
"Ania, gii. I just... Hooooaaaaammmm.. Sleepy.." Ujar reki.
"Arraseo. Aku ke kamar dulu ya, rek. Kamu tidur saja ya?"
"Geurae."
"Good night, boy!"
"Good night, gii."
Regi pun meninggalkan kamar reki.
Reki menarik selimutnya dan menutup seluruh tubuhnya.
Ia marah dengan semua keadaan ini.
Ia mengutuk semuanya termasuk dirinya sendiri. Ia tidak tau kisah ini akan berujung bagaimana, namun ia sudah tak mau peduli lagi. Sama sekali tak mau peduli lagi.
***
Drrrtt... Drrrttt... Pagi-pagi begini handphone reki bergetar.
Reki yang baru bisa tidur sekitar jam 3 pagi, masih sangat malas untuk bangun.
Ia kemudian meraba-raba untuk mencari handphonenya.
Dengan mata yang masih terasa berat, ia mengangkat teleponnya.
"Hallo.." Ujarnya malas.
"Bro, lo lagi sama momo, nggak?"
"Oh, lo, cebong.
Nggak, gue nggak lagi sama Momo.
Gue aja baru melek nih! Emangnya kenapa?"
"Mobil gue dia yang bawa. Sejam lagi, gue ada urusan mendadak,
dan gue nggak tau harus pergi naik apaan.
Si Momo handphonenya juga ketinggalan di rumah nih."
"Oh, gitu. Ya udah, lo tunggu gue.
10 menit lagi, gue ke rumah lo.
Kita cari Momo sama-sama.
Kebetulan, gue juga mau ke kampus sebentar. Oke?"
"Oke, thanks ya rek."
"Oke."
Reki segera bersiap.
Setelah membersihkan badan dan merapikan kamarnya, reki segera mengeluarkan motor merah besarnya dan menjemput cebong di rumahnya.
"Oke. Kita harus mulai cari si Momo kemana nih?"
"Emmm... Mungkin ke cafe tempat dia biasa nongkrong, kali ya."
"Yaudah, oke. Yuk cepetan. Gue buru-buru nih!"
"Oke bong. Santai aja."
Reki mulai melajukan motornya.
Ketika melewati taman komplek,
tiba-tiba cebong menyuruh reki untuk berhenti.
"Rek.. Stop stop stop..."
"Ada apa?"
"Itu mobil gue." ujar cebong sambil menunjuk ke arah mobil sport merah miliknya.
"Lah, terus Momo nya kemana?"
"Kita cari yuk, rek." Ujar cebong sambil turun dari motor reki.
Mereka berdua melangkah masuk menuju taman komplek tersebut.
Tidak jauh mereka berjalan,
mereka berdua melihat Momo dan regi duduk berdua di bangku taman itu sambil menikmati ice cream cone.
Mereka terlihat sangat akrab.
Mereka tertawa berdua seakan sudah saling mengenal lama.
Regi bahkan mulai tidak canggung untuk melingkarkan tangannya ke pundak Momo.
Reki berdiri terpaku disana.
Ia menatap regi dan Momo dengan penuh penyesalan.
Penyesalan karena ia tak pernah memanfaatkan kesempatan ketika ia sedang bersama Momo.
Ya, dia menyesal karena hari ini ia sadar, bahwa ia tak lagi mempunyai kesempatan untuk memiliki Momo.
"Bro, lo... Nggak papa?" Ujar cebong sambil menepuk pundak kawan baiknya itu.
Cebong memang sudah tau keadaan yang sebenarnya.
Cebong sudah tau bahwa reki mencintai adiknya sejak dulu.
Cebong pun mencoba menenangkan reki.
Reki yang masih terdiam terpaku disana tanpa berbicara apapun.
"Bro.." Ujar cebong lagi.
"Aaaaaahh..." tiba-tiba reki merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya.
"Rek.. Reki... Lo kenapa rek?" ujar cebong yang mulai panik.
"Aaahh... Sakiitt..." Rintih reki.
"Tolo..."
"... Bong... Jangan teriak." Reki menahan cebong yang berniat berteriak minta tolong.
"Please... Aaahh... Jangan teriak. Nanti... Momo sama regi.. Denger.."
"Trus gue harus gimana, rek?"
"Bawa gue ke rumah sakit sekarang, bong. Bawa... gue sekarang."
"O-oke... Oke rek." Cebong pun segera membawa reki ke rumah sakit dengan menggunakan motor reki.
***
"Rek, kenapa lo nggak pernah cerita ke gue soal ini semua?" Ujar cebong pada reki.
Reki yang masih terbaring di ranjang rumah sakit tersebut melepaskan selang oksigen yang ada di hidungnya lalu ia bangun dan duduk di hadapan cebong.
Ia tersenyum lebar.
"Apa gunanya lo tau semua ini, bong? Toh nggak akan ada pengaruhnya buat lo, kan?"
"Man, Leukimia stadium lanjut!!! Lo pikir penyakit lo itu main-main? Hah?"
"Ya terus?"
"Ya terus? Ya Nggak seharusnya lo nyimpen ini sendirian, rek."
"Kalopun gue cerita sama lo, nggak akan bisa memperpanjang umur gue, kok! Ya kan? Haha.."
"Stupid!"
"Oh, c'mon, man! Nggak usah serius begitu lah. Oh iya, urusan lo hari ini gimana, bong?"
"Jangan mengalihkan pembicaraan, rek."
"Sorry." Cebong terdiam.
Sejujurnya, ia sangat marah pada reki.
Ia tak menyangka sahabatnya ini menyembunyikan hal seberat ini darinya.
Cebong menghela nafasnya.
"Lo mungkin bener, rek.
Semua ini nggak ada pengaruhnya buat gue.
Tapi ini akan berpengaruh besar buat Momo.
Dia pernah ngomong ke gue, kalo Dia udah menganggep lo segala-galanya buat dia, rek.
Apa jadinya kalo tiba-tiba lo pergi gitu aja ninggalin dia?" ujar cebong.
Reki tersenyum ragu.
"Lo nggak perlu mengarang bebas kaya gitu hanya buat nyenengin gue, bong.
Yang segala-galanya buat dia itu ya sepupu gue,
si regi. Tapi kalo gue... Gue cuma orang yang ngga berarti apa-apa buat Momo." Ujar reki.
"Oh, lo pikir begitu? Menurut lo,
Momo lebih menganggap regi yang masih 3 hari di kenalnya itu segala-galanya buat dia di bandingkan lo yang udah 4 tahun kenal dia.
Begitu?"
"Kenyataannya begitu, kan?"
"Terserahlah lo mau percaya aama kata-kata gue atau nggak.
Tapi gue nggak akan pernah rela kalo lo nyakitin adek gue dengan cara ninggalin dia.
Gue... Nggak akan... Pernah... Rela! Ngerti lo! Makanya itu... Lo harus sembuh, rek! Harus!" ujar cebong mulai emosi. Reki tertawa.
"Thanks ya abang! Haha.." Ujarnya menggoda cebong.
Cebong menubruk badan reki seketika dan menepuk punggung kawannya itu.
"Semangat ya, man! Buat adek gue."
"Pasti, bong.
Makasih ya. Oh iya, satu lagi. Jangan cerita soal penyakit sialan ini ke siapapun ya.
Termasuk, regi, dan terutama... Momo. Jangan biarin mereka tau hal ini."
"Emang kenapa?"
"Emmm... Anggap aja ini surprise dari gue buat mereka.
Gue juga nggak mau, mereka kepikiran sama penyakit gue yang nggak seharusnya mereka pikirin ini."
"Tapi rek..."
"Bong.. Please lah... Lo kan biasanya paling jago kalo nyimpen rahasia.
Kali ini, tolong jaga rahasia gue lagi. Ya bong? Gue mohon sama lo."
"Hmmhh... Ya oke. Ini gue lakuin demi persahabatan kita. Bukan demi lo! Paham?"
"Haha... Iya, paham. Thanks ya."
***
4 bulan kemudian, tiba saatnya untuk regi pulang ke Korea.
Liburannya sudah habis.
Dan sekarang, saatnya ia melanjutkan kuliah dan membantu ayahnya mengurus perusahaannya di Korea.
Selama 4 bulan ini, regi merasa telah menemukan belahan jiwanya.
Ia menemukan segala-galanya pada sosok Momo. Momo yang selama 4 bulan ini dengan setia menemaninya kemana pun ia pergi.
Sore itu, mendung menyelimuti langit Jakarta.
Regi dan momo sedang berada di cafe tempat biasa mereka mengobrol.
Tapi saat itu, suasana tidak secair biasanya. Ketegangan sangat terasa di antara mereka.
"Moo," ujar regi sambil menatap Momo.
tetapi Momo tak kuasa untuk menatap pria itu.
Ia memandangi cangkir kopinya yang ia mainkan di atas meja.
"Kamu, pasti udah tau apa yang mau aku sampaikan, ya kan?" tanya regi.
Momo mengangguk perlahan.
"Moo," ujar regi lagi.
Momo masih tak bergeming.
Kedua tangan regi menarik kedua tangan Momo yang sedari tadi asik memainkan cangkir kopi.
Usahanya berhasil.
Kali ini Momo menatapnya.
Menatapnya sangat dalam.
"I love you, Moo. Aku cinta kamu." ujar regi.
Momo terkejut.
Wajahnya mulai sedikit pucat.
"Aku tau ini terlalu cepat. I know that. But, trust me. I love you from my deepest heart.
Aku menemukan segala yang aku butuhkan dan yang aku inginkan dalam diri kamu, moo.
You are my first love. And I believe, you are my last love." ucap regi.
Momo masih diam terpaku.
Menyisakan rasa penasaran dalam diri regi.
"Momo, I..."
"Aku juga suka sama kamu, gii." ucap Momo cepat.
"Apa?" Regi mendelik tak percaya.
"Saranghaeyo, gii.
" Ucap Momo.
Regi tersenyum lebar.
Matanya berbinar-binar.
"Hahaha... Sejak kapan kamu bisa bahasa Korea?"
"Hmh... Since I found you."
"So sweet...! Hahaha... Jadi, kita pacaran?" Momo mengangguk kencang.
Regi langsung menubruk badan Momo dan memeluk wanita itu erat.
"Tapi... Kamu..." Ujar Momo.
Regi melepaskan pelukannya.
"Kapan kamu pulang ke Korea, gii?"
"Besok."
"Secepet itu?"
"Waktu liburanku sudah selesai, Moo.
Kamu janji ya, apapun yang akan terjadi nantinya, kamu harus tetap menungguku. Oke?"
Momo kembali diam tak bergeming.
Ia hanya bisa menatap regi dalam diam.
"Moo, promise me?" Momo masih diam.
"Oh, c'mon, Sweetheart. Please, say something, or I will start to cry.." ucap regi.
Matanya mulai berkaca-kaca.
"Lee, can I crying now?" Ujar Momo.
Air matanya sudah tidak bisa dibendungnya lagi. Hujan turun perlahan mengikuti air mata yang jatuh dari kelopak mata Momo.
Regi kembali memeluk erat kekasihnya.
Air matanya pun akhirnya jatuh juga.
Mereka berpelukan.
Suara hujan rintik-rintik yang jatuh ke tanah mengiringi kebersamaan mereka sore itu. Kebersamaan yang mungkin akan berakhir sebentar lagi.
Keesokan harinya, Momo, reki, dan cebong mengantarkan regi ke bandara.
Di perjalan menuju Bandara,
Momo merasa perpisahannya dengan regi semakin dekat.
Ketika sedang berada di mobil pun,
Momo tak mau melepaskan tangannya dari lengan regi.
Seakan mengerti kegelisahan kekasihnya,
Regi membiarkan lengan dan tubuhnya di dekap erat oleh Momo tanpa ada rasa risih sedikitpun. Setibanya di Bandara,
Regi menarik koper besarnya dengan tetap tersenyum walau terkesan sedikit dipaksakan. Bagaimana tidak,
ia akan mulai menjalani hubungan jarak jauh dengan Momo.
Hubungan yang sangat tidak mudah dilakukan.
Ia sangat berat melakukan ini semua.
Tapi apapun yang terjadi, regi yakin,
bahwa cinta mereka akan membuktikan kekuatannya.
Regi berdiri tegap di hadapan Momo, reki dan cebong.
Ia tersenyum lembut.
Mata Momo mulai basah karena air mata.
Cebong merangkulkan tangannya ke pundak adiknya yang sedang bersedih itu.
Regi mengusapkan jarinya ke wajah Momo untuk menghapus air matanya lalu merentangkan kedua tangannya.
Tanpa berpikir lama,
Momo langsung menubruk badan regi.
"Cepet balik kesini, gii.
Cepet jemput aku." ucap Momo lirih.
"Pasti, Moo.
Pasti. I'm promise."
"I will waiting for you, gii.
Always. Aku janji."
"I trust you, Moo.
I trust you.
Sorry karena aku harus meninggalkan kamu.
Tapi aku jamin, ini nggak akan lama. Okey?" Momo mengangguk perlahan.
Regi kemudian melepaskan pelukannya.
Kemudian ia memeluk sepupunya.
"Jaga dia ya rek.
Aku percayakan dia ke kamu." Ujar regi pada reki.
Reki pun mengangguk dengan mantap.
"Lo nggak usah khawatir, gii.
Tanpa lo minta pun,
gue akan selalu jaga Momo.
She's my bestfriend.
Udah kewajiban gue buat jaga dia."
"Good. Thank you untuk semuanya, ya. Kalau ada waktu, main ke Korea.
Appa and umma will be happy if you spend your time in Korea."
"Oke, gii. Arraseo.
Salam buat keluarga disana ya." Regi mengangguk.
"Bong, sampai ketemu lagi, ya."
"Okey, gii.
See you, ya. Hati-hati di jalan."
"Oke. Keep your sister, okey?"
"Absolutely. Don't worry."
"Good. Ya udah. Aku pergi ya.
Sampai ketemu lagi. Sweetheart, I will come again soon. Understand?"
Momo mengangguk.
Regi tersenyum,
melambaikan tangan,
berbalik badan, dan berjalan memasuki pintu pesawat.
Momo menangis tersedu.
Ia memeluk erat-erat cebong dan menenggelamkan wajahnya di dada cebong.
***
6 bulan kemudian, Momo masih menjalin hubungan dengan regi.
Walau tak bisa saling bertemu,
mereka masih sering berkomunikasi lewat internet. Email, skype, atau apapun.
Dengan begitu saja,
sudah membuat Momo bahagia walaupun hubungan mereka terpisah oleh jarak yang cukup jauh.
Namun, sudah 2 bulan belakangan ini, Momo sangat sulit menghubungi regi.
Regi tidak pernah lagi membalas email-emailnya. Hal ini membuat Momo sangat gelisah.
"Nih," reki memberikan selembar kertas kepada Momo.
"Apa ini, rek?"
"Tiket pesawat ke Korea."
"Ha? Maksudnya?"
"Daripada lo galau aja mikirin regi yang udah 2 bulan nggak ada kabarnya,
mending lo susulin aja dia ke Korea."
"Ha? Gila lo! Mana berani gue! Gue aja nggak bisa bahasa Korea.
Gue juga nggak tau alamat dia yang disana. Sendirian ke Korea sama aja bunuh diri."
"Yee... Gue juga nggak akan biarin lo kesana sendirian lah! Gue akan temenin lo."
"Lo... Mau nganterin gue?"
"Yuupp!"
"Ke Korea?"
"Udaahh.. Mendingan lo sekarang siap-siap. 2 hari lagi kita berangkat."
"Kuliah gue gimana?"
"Gue udah bilang ke anak-anak buat ngehandle absen lo selama 4 hari.
Udah, lo tenang aja.
Semuanya udah beres.
Kita tinggal berangkat aja."
Momo tersenyum lebar dan langsung memeluk reki erat.
"Makasiiiihhh... Makasih kii.
Gue nggak tau kalo hidup gue tanpa lo, kii."
"I-iya.. Moo, sama-sama. Oh iya. Satu lagi. Ini, gue beliin baju hangat, jaket, dan sepatu khusus musim dingin.
Soalnya disana lagi winter.
Kalo lo pake baju beginian sih bisa mati beku lo disana."
"Ya ampun rek.
Lo baik banget ama gue.
Makasih banyak ya rek.
Gue nggak tau gimana cara bales semua kebaikan lo ini."
"Dengan cara lo bahagia.
Kalo lo bahagia, utang budi lo ama gue, lunas!"
"Makasih rek,"
"Iyeeee..." Reki mengacak-acak rambut Momo dengan gemas.
"Udah ah. Lo makasih melulu.
Mendingan sekarang lo packing. Oke?" Momo mengangguk.
***
2 hari kemudian, rek dan momo berangkat ke Korea. Hati Momo sangat berdebar-debar.
Rasa bahagianya tak bisa lagi di ungkapkan. Rindunya pada sang kekasih yang sudah 6 bulan ia rasakan, sebentar lagi akan terobati.
Sesampainya di Korea,
waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam waktu Korea.
Reki dan Momo pun memutuskan untuk menginap di hotel.
Di hotel, Momo mencoba untuk menghubungi regi, namun hasilnya sama saja.
Regi tidak menunjukkan respon apapun.
Hal ini membuat momo agak cemas.
Ia takut, bahwa kekasihnya itu akan melupakannya dan akhirnya akan meninggalkannya.
Namun, berbekal kepercayaannya pada regi,
Momo mencoba untuk terus berpikir positif.
Keesokan harinya,
Momo dan reki langsung ke rumah regi untuk menemuinya.
Namun, ketika sampai di sana,
di rumah regi sangat ramai.
Seperti ada pesta yang sedang di gelar.
"Rek, kok rame banget ya? Lagi ada acara apa ya?"
"Gue juga nggak tau.
Ya udah kita masuk aja yuk!" Momo dan reki akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam rumah regi.
Ketika mereka masuk ke dalam rumah itu,
mereka melihat seorang wanita yang sedang memasukkan cincin ke dalam jari manis regi.
Reki dan Momo mendelik tak percaya.
Mereka tidak percaya bahwa hari itu adalah hari dimana regi bertunangan.
Momo mulai menangis.
Reki merangkulkan tangannya ke pundak Momo, namun Momo menepisnya.
Momo berjalan tertatih mendekati regi dan tunangannya tersebut.
"Gii..." ujar Momo lirih.
Regi menoleh ke arah Momo.
Ia mendelik kaget.
"Momo..."ujar regi kaget.
Momo hanya diam sambil menangis.
"Aku... Aku bisa jelaskan..." ujar regi sambil mendekati Momo.
"Enough!!! Enough, gii!
Aku udah liat semuanya! Aku nggak butuh... Aku nggak butuh penjelasan kamu! Congratulation! Semoga kamu bahagia, gii!" ucap Momo.
Momo lalu berlari kencang keluar rumah.
"Moo... Momo tunggu!!!" Regi mencoba untuk mengejar Momo.
Namun tiba-tiba, reki menahannya.
"Cukup gii!
Jangan ganggu Momo lagi!" Ucap reki.
"Rek...rek... I can explain everythings!"
"Enough!! Enough, gii!
Gue nggak mau liat lo, ganggu Momo lagi. Okey?"
"Tapi rek,"
"I SAID ENOUGH!!! ENOUGH, gii!
Gue nggak mau lo nyakitin dia lagi! Lebih baik lo balik ke tunangan lo itu sekarang."
"Rek, please.."
"Satu lagi. Asal lo tau, gii.
Gue nyesel udah bawa dia kesini.
Dan gue lebih nyesel,
karena gue udah pernah ngerelain dia buat lo! Dan gue nggak akan pernah ngulangin kesalahan gue itu lagi! Remember that!"
"What do you mean, rek?" tanya regi.
Reki tak menggubris regi.
Ia lalu berlari mengejar Momo.
***
"Lo mau balik ke Indonesia sekarang, Moo?" ujar reki.
Momo yang masih agak sesenggukan menggeleng perlahan.
"Gue nggak papa, rek.
Tiket pesawat kita ke Indonesia kan jadwalnya besok."
"Sorry ya, Moo,
kalo gue tau semuanya akan kaya gini,
gue nggak bakal bawa lo kesini."
"It's okay rek.
Ini bukan salah lo kok.
Gue tau niat lo baik.
Mungkin ini semua udah takdir yang harus gue jalani.
Gue... Cuma nggak nyangka aja, Kalo regi bisa ngebohongin gue kaya gini."
"I know, Moo." Momo tersenyum lirih.
Senyum yang menunjukkan kesedihan yang teramat dalam.
Reki tidak kuasa menatap mata Momo.
Mata yang biasanya menunjukkan keceriaan itu,
kini menunjukkan kesedihan dan kepedihan yang sangat dalam.
Reki menghela nafasnya.
"Moo,"
"Ya rek?"
"Sepulang dari sini, gue.... Gue akan ngelamar lo." ujar reki tegas.
"Apa? Rek, lo lagi bercanda ya? Nggak lucu tau!"
"I'm not kidding. Moo,
sekarang gue udah nggak mau bohongin perasaan gue sendiri. Gue... Gue cinta sama lo, Moo.
Sejak pertama kita ketemu 4 tahun yang lalu.
Tapi, gue selalu nggak berani ngungkapin perasaan gue, karena lo selalu bilang kalo persahabatan dan cinta itu hal yang berbeda dan nggak bisa disatuin."
"Rek, kita itu nggak akan pernah bisa jadi pasangan. Lo kan udah tau sendiri kalo kita itu..."
"Please, Moo.
Setidaknya kasih kesempatan buat gue buat masuk ke dalam hati lo.
Gue nggak mau bohongin perasaan gue lagi.
Liat apa jadinya kalo gue terus-terusan bohongin perasaan gue.
Lo jadi tersakiti karena orang lain, Moo.
Moo, sekarang gue yakin,
kalo nggak ada orang yang tepat buat ngedampingin hidup lo selain gue."
"Rek,"
"Demi tuhan, Moo.
Kalo kita bisa jadi pasangan hidup, gue nggak akan pernah nyakitin lo. Demi tuhan, Moo." Momo memandang reki.
Air matanya mulai jatuh.
Ia lalu memeluk reki erat.
"Kenapa lo baik banget sama gue, rek? Kenapa?" Tanya Momo sambil berlinangan air mata.
"Karena... Karena gue sangat mencintai lo, Moo." ujar reki lirih.
"Thank you, ya rek.
Makasih banyak untuk semuanya."
"Aaahhh..." Reki tiba-tiba merintih kesakitan sambil mencengkram erat rambutnya.
"Rek... Rekii.... Lo kenapa, rek?"
"Nggak... Nggak papa... Gue cuma agak pusing..."
"Y-yaudah.
Yuk gue bantu lo jalan.
Kita balik ke hotel aja ya. Oke?"
"Moo..." Reki menahan tangan Momo.
"Ya?"
"Aahh.. Moo... Lo... Lo mau kan, jadi istri gue?" Ujar reki.
Momo terdiam sejenak,
lalu mengangguk perlahan.
Reki tersenyum sambil terus meringis kesakitan.
"Thanks." ujarnya.
"Ya udah, sekarang kita balik ke hotel ya.
Nanti gue anterin lo ke kamar hotel lo. Oke?" Reki mengangguk.
Sesampainya di hotel,
Momo langsung membantu reki untuk merebahkan diri di kasur kamar hotel . Namun tiba-tiba,
Momo menyenggol beberapa kertas yang terletak di atas meja telepon di kamar tersebut.
Alhasil, semua kertas itu berserakan di lantai.
"Apaan nih rek?" ujar Momo sambil memunguti kertas-kertas tersebut.
"Moo, no!!! J-jangan dibaca!" Ujar reki.
Tetapi ia terlambat.
Momo langsung membaca kertas-kertas tersebut.
"A-apa? I-ini nggak mungkin... Ini nggak mungkin.. L-lo... L-lo sakit leukimia, rek? Rek,
ini nggak mungkin kan? Ini..."
"Itu kertas hasil lab gue beberapa bulan lalu, Moo." ujar reki pasrah.
Hari itu, ia tau, bahwa rahasia terbesarnya tidak bisa lagi di tutup-tutupi dari Momo.
"A-apa?"
"Gue di vonis leukimia 1 tahun lalu.
Gue sengaja bawa berkas-berkas itu ke Korea. Karena gue berharap,
medis disini lebih canggih daripada Indonesia.
Ya, siapa tau aja hidup gue bisa lebih panjang sedikit.
Syukur-syukur kalo penyakit sialan ini bisa hilang." ujar reki santai.
"L-lo... Lo kenapa nggak pernah cerita ini sama gue? Kenapa lo nyimpen semua ini sendirian?"
"Buat apa? Toh walaupun gue cerita ke lo, nggak akan ngehilangin penyakit gue ini. Ya kan?"
"Tapi setidaknya...."
"Nah, ini... Ini yang paling gue males.
Gue nggak mau cerita ke lo karena kalo gue cerita, lo pasti jadi cerewet kaya gini.
Sama kaya abang lo! Persis!"
"Bang cebong juga tau tentang ini?"
"Dia kan loker rahasia gue.
Semua rahasia gue ada di dia. Hahaha..."
"Rek, gue nggak bercanda, rek!"
"Sorry."
"Lo tuh... Stupid! Lo tuh bener-bener..."
"C'mon, girl! I'm okay.
Jangan terlalu khawatir lah!" Momo mulai menangis. Ia kemudian memeluk reki sangat erat.
"Yaelah. Ngapain sih tuh pake nangis segala? Cengeng lo ah!"
"Jangan tinggalin gue, rek.
Please jangan tinggalin gue.."
"Sorry ya Moo.
Mungkin gue akan duluan.."
"No! Lo nggak boleh ngomong gitu! Lo tau kan, kalo lo nggak sendirian? Gue... Gue selalu ada disini buat lo, rek.
Okey?" ujar Momo.
"I know.
Makanya, gue mau lo jadi temen gue, Moo.
Temen gue yang bisa mendampingi hidup gue sampai pada akhirnya nanti,
gue kalah sama penyakit ini."
"Nggak! Lo nggak boleh ngomong begitu, rek! Lo pasti sembuh! Pasti!!! Berjuang ya?"
"Lo mau nemenin gue berjuang kan, Moo? Lo mau kan terus dampingin gue?"
"Pasti! Pasti rek!"
"Makasih Moo." Reki semakin mempererat pelukannya.
***
Beberapa hari setelah itu, Momo mulai bisa menerima reki sebagai pengganti regi di hatinya. Menurutnya,
Reki telah banyak berbuat baik kepadanya.
Dan sekarang, reki tengah berjuang untuk melawan penyakit leukimia yang diidapnya.
Karena itulah, Momo cukup yakin untuk mendampingi hidup reki dan menemaninya untuk berjuang bertahan hidup.
Minggu-minggu ini adalah hari yang sibuk untuk momo dan reki. Pasalnya,
mereka berdua tengah menyiapkan pesta pertunangan,
sebelum menikah pada akhir bulan depan.
Sore itu, reki dan momo duduk di taman rumah reki sambil sibuk memberi label nama pada kertas undangan yang tengah mereka siapkan.
Mereka berdua nampak mesra dan bahagia.
Di tengah kehangatan itu,
tiba-tiba, seorang laki-laki masuk ke dalam rumah reki dan mengagetkan mereka berdua.
"Rek..." ujarnya.
Reki dan Momo menoleh ke arah suara itu.
"Giii..." ujar reki kaget melihat regi yang telah berdiri di ambang pintu rumahnya.
"Ternyata ini maksud kamu?" Ujarnya.
"Kamu memanfaatkan kesempatan ini untuk memiliki Momo. Ya kan?"
"Gii..."
"Aku sudah menduga dari awal, rek! Kalau kamu sebenarnya mencintai Momo.
Kamu... Kamu munafik! Penghianat!"
"Lo yang membuat gue jadi munafik! Lo yang ngebuat gue jadi penghianat! Iya, lo emang bener, gii! Gue emang udah suka sama Momo sejak 4 tahun yang lalu.
Tapi asal lo tau, gii Gue udah sempet merelakan Momo sepenuhnya buat lo.
Tapi apa? Apa yang lo perbuat ke dia? Lo udah ngancurin hati Momo gii
Dan lo nggak pantes lagi jadi pacar dia!" Reki mulai naik darah.
Regi tercekat mendengar kata-kata reki.
Regi menatap reki dengan tajam.
"Rek... Udah rek.. Cukup!" ujar Momo menahan reki.
"Satu lagi gii.
Gue tuh pantes banget jadi pacar dia.
Tau kenapa? Karena gue nggak stupid kaya lo! Gue akan bahagiain dia dengan kebahagiaan yang nggak pernah bisa lo kasih ke dia!"
BUGGGGGGGHHHHH! Tiba-tiba regi mendaratkan pukulannya ke wajah reki.
Reki tersungkur ke tanah.
"Rekiiii!" Momo histeris.
Reki hanya tersenyum licik sambil mengusap darah di bibirnya.
"Gii Apa yang kamu lakuin? Cukup gii" Ujar Momo.
"Asal kamu tau, rek! Pertunanganku sudah di batalkan! Aku bertunangan hanya untuk melancarkan bisnis keluargaku! Bukan karena cinta.
Karena itulah aku memutuskan untuk mengakhiri pertunanganku dengan memey.
Aku pikir, kembali kesini bisa memperbaiki semuanya! Tapi ternyata...."
"Lo pikir, dengan membatalkan pertunangan lo, sakit yang ada di hati Momo akan hilang begitu aja? Lo pikir, dengan membatalkan pertunangan lo,
momo akan menerima lo kembali? JUST IN YOUR DREAM!!" Ujar reki sambil mendorong tubuh regi.
BUUUGGGGHH! Regi kembali mendaratkan pukulannya ke wajah reki.
"Gii!!!! Enough giiii!! Enough!! Please...." ujar Momo sambil membantu reki bangun.
"Lo nggak papa rek? Ada yang sakit?" tanya Momo. Reki menggeleng.
Momo menatap regi.
Air matanya mulai mengalir melihat dua orang yang disayanginya ini berkelahi.
Sebenarnya Momo masih sangat mencintai regi. Bagaimanapun juga,
Regi adalah orang pertama yang mampu menggetarkan hatinya dan membuatnya untuk pertama kalinya menerima seorang laki-laki di kehidupannya.
Momo kemudian memandang reki.
Laki-laki yang selama ini sangat baik kepadanya. Laki-laki yang selalu ada saat ia sedang membutuhkan seseorang.
Laki-laki yang sangat mencintainya.
Laki-laki yang mungkin tidak punya lagi banyak waktu untuk mencintainya.
Saat itu juga, Momo langsung mengambil keputusan. Momo kemudian mendekati regi.
"Momo... Please... Terima aku kembali.
Kita bisa mulai semuanya dari awal.
Aku mohon." Regi menghiba.
"Sorry gii..." Ujar Momo yang suaranya mulai tersekat.
Ia lalu mengambil sebuah kertas undangan pertunangannya di atas meja.
"Keputusan aku udah bulat.
Aku akan bertunangan dengan reki.
Dan tolong hargai keputusanku.
Ini, undangan buat kamu.
Terserah kamu mau dateng apa nggak.
Yang penting aku mau,
kita masih bisa tetap berhubungan baik." ujar Momo.
"Lebih baik, kamu sekarang pergi dari sini, gii." lanjutnya. Regi mulai berkaca-kaca.
Saat itu ia merasa tak punya lagi harapan untuk memiliki Momo.
"T-tapi... Moo aku sangat mencintai kamu. Aku... Aku hanya mau kamu."
"Rek, kalo gitu, kita aja yang pergi dari sini. Ayo..." ujar Momo sambil menarik tangan reki keluar rumah.
Regi terpaku disana.
Ia tidak tau lagi harus berbuat apa untuk meyakinkan Momo bahwa ia masih sangat mencintainya.
Kali ini, regi sudah benar-benar menyerah.
Menyerah untuk mendapatkan cinta yang diidam-idamkannya.
***
Hari berganti hari.
Pertunangan reki dan Momo pun segera di laksanakan.
Entah kenapa, hari itu Momo sangat gelisah. Semenjak regi datang beberapa hari yang lalu, ia memang sedikit ragu akan keputusannya.
Apalagi pertunangannya sudah di depan mata, tapi seperti masih ada yang mengganjal di hatinya.
Tapi ia tau,
ia tidak boleh merasa seperti itu. Ia sudah mengambil keputusan,
dan mau tidak mau, ia harus melakukannya.
Reki pun bisa merasakan hal itu. Ia tau, Momo kurang bahagia atas pertunangan mereka.
Ia juga sadar, bahwa sampai kapanpun ia tak akan bisa menggantikan regi di hati Momo.
Saat itu pun tiba.
Saat dimana reki dan Momo akan terikat pada hubungan yang lebih dalam.
Tamu-tamu sudah ramai berdatangan.
Reki dan Momo,
ditemani kedua orang tua Momo sudah berdiri disana untuk melangsungkan prosesi tukar cincin. Namun hati Momo semakin ragu untuk menjalani ini semua.
Wajahnya terlihat kurang bersemangat.
Reki memandang gadis itu.
"Kalo lo nggak bahagia dengan ini semua, kita bisa batalin sekarang." bisik reki pada Momo.
"Lo apaan sih, rek? Gue bahagia kok." ujar Momo berbohong.
Reki hanya tersenyum walaupun ia benar-benar tidak menemukan kebahagiaan dan cinta di mata Momo.
"Ayo, rek.
Masukin cincinnya ke jari Momo." ujar cebong. Reki mengangguk.
Ia kemudian bersiap untuk memasukkan cincin ke jari Momo.
Tapi saat itu, ia melihat regi berdiri disana dan sedang memandang mereka.
Momo pun melihat keberadaan regi disana.
Regi yang terlihat sangat hancur dengan acara pertunangan ini.
Tak lama setelah itu,
Regi berbalik badan dan berniat pergi dari sana.
"Tungguh regii!" Ujar reki menahan regi.
Regi pun menghentikan langkahnya.
Semua orang disana terdiam melihat perbuatan reki.
"Rek, lo mau apa?" Ujar Momo.
"Kalo alasan lo mau tunangan sama gue karena gue selalu baik sama lo atau karena gue lagi sakit keras, gue nggak bisa melanjutkan acara ini, Moo."
"Maksud lo apa sih? Gue nggak..."
"Gue tau lo nggak cinta sama gue.
Gue nggak bisa menemukan cinta di mata lo.
Gue hanya bisa menemukan cinta di mata lo ketika lo sedang bersama regi."
"Rek..."
"Maaf, semuanya. Saya tidak bisa melanjutkan pertunangan ini.
" ujar reki.
Semuanya terkejut dengan kata-kata reki.
Cebong pun berbalik badan menghadap kereki sambil mendelik kaget.
"Rek, apa maksud lo? Lo mau mainin adek gue?" Ujar cebong mulai emosi.
"Sorry.
Saya tidak bisa melanjutkan pertunangan ini, karena saya tau,
bukan saya yang di cintai oleh Momo.
Jika saya meneruskan pertunangan ini,
saya akan hanya akan menjadi orang yang paling kejam.
Karena saya telah menghancurkan hati dua orang yang sangat saya sayangi.
Regii..." Reki berjalan mendekati regi.
"Rek... Ini semua..."
"Regi, gue tau, Momo nggak pernah mencintai gue. Dia cuma cinta sama lo.
Dan gue yakin,
lo juga cinta sama Momo.
Ya kan?" ujar reki.
Regi mengangguk pelan.
"Tapi rek..."
"Ayo, gii.
Sekarang lo harus masukin cincin ini, ke jari Momo." Ujar reki sambil memberikan cincin di tangannya kepada regi.
Regi mulai berkaca-kaca.
Ia lalu memeluk reki erat.
"Thank you, rek. Thank you."
"Sorry about everythings, man!" ujar reki.
"Aku yang harusnya minta maaf, rek." ujar regi.
"It's okay, man. It's okay." ujar reki.
Reki lalu merangkul regi dan menemaninya berjalan melewati karpet merah menuju ke tempat Momo, yang sedang berdiri disana dengan air mata dan senyumnya yang merekah.
Regi berdiri di dekat Momo dan menatap gadis yang sangat dicintainya itu dalam-dalam.
"Kamu mau menerima aku kembali kan, Mmomo?" tanya regi.
Momo mengangguk kencang.
Regi tersenyum lebar lalu memasukkan cincin ke dalam jari Momo,
kemudian Momo juga memasukkan cincin ke dalam jari regi.
Riuh tepuk tangan para tamu menggema di ruangan tersebut.
Regi memeluk Momo dengan erat.
Momo memandang reki yang berdiri di sebelah cebong.
Ia bertepuk tangan paling kencang disana dengan senyumnya yang khas.
Tidak terlihat penderitaan apapun di matanya. Reki telah benar-benar ikhlas melepaskan Momo.
Karena setidaknya ia tau, Momo telah berada di tangan yang tepat.
***
"Rekiiiiiii!!!!" tiba-tiba cebong berteriak kencang. Semua orang disana menoleh ke arah cebong. Disana reki tergeletak dengan darah di hidungnya.
"Aaaaaaahhhh... S-sssaaaakiiiitt!!!!" Rintih reki sambil menjambak rambutnya.
"Rekii..." Momo dan regi berlari menghampiri reki.
"Rek, lo kenapa rek? Rekiii!!" Tangis momo pecah seketika.
"Aaaaaahh... Kepala gue.... Kepala gue sakit banget, Moo! Aaaaahh!"
"Bang cebong... Bang,
kita harus bawa reki ke rumah sakit."
"Reki Bertahan ya! Kita akan bawa kamu ke rumah sakit! Bong, bantu aku bawa reki ke mobil, ya?"
ujar regi sambil mencoba mengangkat tubuh reki.
Namun reki menahan tangan regi.
"Giii, wait..."
"Ada apa rek? Kamu mau bilang apa?"
"Gue... Gue bahagia banget... Ngeliat lo sama Momo bisa bersatu.
Ma-Maafin gue, giii! M-mungkin... Gue nggak bisa... Nemenin lo ketika lo nikah... Sama Momo nantinya."
"Nggak rek.
Kamu pasti bisa nemenin kami waktu kami nikah nanti.
Kamu pasti bisa bertahan!"
"Sorry, giii. I can't. Waktu gue udah habis sekarang. S-sorry..."
"Nggak... Nggak rek..."
"Sekarang... Wujudin impian gue. Kalian berdua... Bahagialah selamanya, ya."
"Rekii..."
"Mooo... Gue kedinginan..." Ujar reki.
Momo langsung memeluk tubuh
Reki yang sudah lemas.
"Nggak papa.
Gue disini.
Gue bakal meluk lo biar lo nggak kedinginan. Oke?" Ujar Momo sambil mengusap punggung reki.
"Y-you know what, Moo... You are my endless love. Gue nggak akan pernah berhenti mencintai lo. Okey? Thank you for everythings."
Momo mengangguk kencang sambil terus menangis.
"I love you, Moo."
"Gue juga sayang sama lo, rek.
Lo sahabat terbaik gue." Tiba-tiba tangan reki jatuh dan lemas seketika.
"Rek....rekiiii..." Regi menggoyang-goyangkan tubuh reki.
Cebong dengan sigap memeriksa denyut nadi reki.
"Giii.." ujar cebong -.-" ,
kemudian cebong menggeleng.
ReGii dan momo langsung histeris sambil memeluk tubuh reki yang sudah tak bernafas.
***
Siang itu, prosesi pemakaman reki dilangsungkan. Momo masih diselimuti duka yang mendalam akibat kepergian sahabatnya itu.
Disana juga terlihat regi dan cebong yang berdiri tegar dengan kacamata hitamnya.
Regi masih setia memeluk tubuh momo dan menenangkannya.
Cebong sesekali membuka kacamata hitamnya dan mengusap air mata yang membendung di kelopak matanya.
Mereka semua tau, reki meninggal dengan bahagia. Meski awalnya Momo menyesal karena ia tidak bisa membalas perasaan reki kepadanya,
tetapi pada akhirnya Momo sadar,
bahwa semua keadaan ini adalah keinginan reki. Reki ingin ia dan regi bahagia selamanya.
Dan ia berjanji akan mewujudkan hal itu.
Beberapa bulan kemudian,
Merela pun menikah.
Mereka bersyukur, karena mereka di pertemukan dan disatukan oleh reki,
merupakan malaikat tak bersayap bagi mereka, karena kebaikannya.
Jika bukan karena reki,
semua kebahagiaan ini tidak akan pernah terjadi. Mereka berdua berjanji di atas pusara reki,
bahwa mereka berdua akan bahagia selamanya, seperti impian reki.
THE END